Harianmataberita.com Papua -Sabtu, (02/10) menjadi hari yang menggembirakan sekaligus emosional bagi Yenny Wahid Putri Presiden ke-4 Gus Dur dan Dorlinceu Meheu Anggota Majelis Rakyat Papua. Keduanya bertemu di Jayapura untuk sama-sama mengenang perjuangan Gus Dur dan mendengar perkembangan situasi di Papua.
Yenny yang sedang berada di Papua beberapa hari terakhir, sengaja berkunjung kepada beberapa tokoh agama, tokoh adat, dan komunitas masyarakat Papua dalam rangka menapak tilas perjuangan ayahandanya Gus Dur, salah satunya Dorlinceu Meheu, seorang tokoh perempuan Papua.
Keduanya baik Yenny maupun Dorlinceu terlibat perbincangan yang emosional saat membincangkan kondisi ketimpangaj gender Papua. Terlebih saat Dorlinceu menunjukkan karya buku miliknya kepada Yenny yang berjudul "Inilah Papua".
"Perempuan Papua kesehariannya harus berladang, berkebun, mencari ikan, mengolah sagu, menganyam jala, mengolah daun pandan, dan sebagainya. Semuanya dijalankan perempuan Papua," Kata Yenny sambil menunjukkan bagian khusus yang membahas perempuan Papua dalam buku karya Dorlinceu.
"Tapi perempuan Papua," respons Dorlinceu, "hadir di mana saja harus menghadirkan suasana surga di tengah kerentanan yang ada. Maka dari itu kami selalu bilang bahwa perempuan Papua adalah perempuan surga," ungkapnya.
Perempuan Papua sebagaimana Dorlinceu jelaskan dalam bukunya, hari ini tidak hanya menjadi tulang rusuk saja, akan tetapi juga menjadi tulang punggung keluarga.
Beban berat yang dipikul perempuan Papua, menurut Yenny, menandakan bahwa para perempuan Papua adalah perempuan tangguh. Akan tetapi, menurut Yenny, "kita tidak bisa membiarkan hal itu terus terjadi. Kami harap pemerintah bisa lebih memperhatikan perlindungan dan pemberdayaan terhadap masyarakat Papua khususnya kepada perempuan supaya lebih maju dan setara," ujarnya.
Harapan yang sama disampaikan juga oleh Dorlinceu. "Memasuki fase kedua otonomi khusus Papua, saya berharap pemerintah bisa memberdayakan, melindungi, dan mengangkat harkat martabat perempuan Papua," lirih Dorlinceu mengungkapkan harapannya.
Tokoh perempuan sekaligus tokoh politik tersebut terlihat sangat lembut dan hangat berbincang dengan Yenny. Ia berharap lahirnya kembali pemimpin seperti almarhum Gus Dur.
"Saat ini kami (warga Papua) membutuhkan sosok pemimpin seperti halnya bapak kami, kekasih kami, Gus Dur. Sosok yang buta mata, akan tetapi hatinya tidak buta. Ia memiliki hati yang begitu luas hingga bisa membuat kami jatuh cinta," ungkap Dorlince mengenang Gus Dur saat memberikan nama Papua di saat banyak tahanan politik saat itu dipenjara karena menggunakan nama Papua.
*Trauma Bangsa ini Harus Diobati*
Selain isu perempuan, Yenny juga menjelaskan bahwa negara ini dipenuhi oleh trauma sejarah kelam masa lalu, tidak hanya di Papua, trauma sejarah juga dimiliki oleh berbagai pulau lain seperti di Jawa dan Aceh.
"Trauma Bangsa ini akibat sejarah kelam masa lalu harus diobati. Untuk itu mohon maaf, sosok perempuan tangguh seperti Mama Dorlince perlu ke Jawa untuk menceritakan apa yang sebenarnya terjadi dan untuk mengobati teman-teman yang terdampak akibat trauma tersebut." pinta Yenny kepada Dorlinceu.
Dorlince pun terkesima dengan permintaan tersebut. Ia menyambut baik apa yang dikatakan Yenny. Baginya jika kesempatan itu ada, akan menjadi sebuah hal positif di mana perempuan Papua bisa menjalin komunikasi dan kerjasama yang positif dengan berbagai kelompok dan membuka kesempatan yang lebar untuk berkembang dan berdaya bersama sehingga tidak hanya mengobati trauma, akan tetapi menjadikan perempuan Papua lebih berdaya dan setara.